Cerita Pengalaman Kanker Serviks Maria Denty Harus Angkat Rahim

Cerita Pengalaman Kanker Serviks Maria Denty Harus Angkat Rahim

Maria Denty : Angkat Rahim Karena Kanker Serviks, Ingatkan Untuk Tidak Menikah Muda 

Jauh dari bayangan saya kalau saya akan menderita kanker serviks. Untuk riwayat kanker di keluarga pun tidak ada. Sejauh ini keluarga yang dekat pun tidak ada.

Tidak ada ciri spesifik juga pada awalnya. Tanpa ada gejala keputihan, semuanya masih normal saja. Perbedaannya adalah saat mau menstruasi saja. Dari dulu saya tidak pernah merasa sakit ketika mau menstruasi. Nah sebelum tahu terdeteksi ada kanker serviks, saya bisa dua hari diam di kasur karena sakit.

Saat ditanya keluhan apa yang dirasa saat periksa ke profesor ahli kanker. Saya menjawab tidak ada ciri spesifik lain selain keluar darah saat berhubungan. Hanya ada satu yang mungkin menjadi catatan, saya memang menikah muda di usia 16 tahun.

Menurut cerita dulu, saat hamil anak pertama ada dokter kenalan keluarga bilang ke ibu saya dan mengingatkan apakah tidak salah anaknya diperbolehkan nikah muda. Dia menjelaskan kalau efeknya bisa jadi terasa nanti di jangka panjang.

Muncul Gejala Kanker Serviks

Nah awal mula kecurigaan akan kanker serviks itu muncul karena satu hari saat sedang berhubungan, saya keluar darah. Dalam pikiran saya, waduh kenapa seperti ciri-ciri kanker serviks. Sempat panik juga. Kejadian itu berulang lagi.

Akhirnya saya bilang ke suami untuk ke dokter. Ketika itu suami menenangkan, jangan berpikir macam-macam, karena harus periksa dulu. Akhirnya saya "periksa dalam" ke dokter kandungan yang menolong kelahiran ketiga anak saya.

Dokter kandungan saya bilang kalau ini ada penebalan di dinding rahim. Disitu saya merasa tenang karena bukan kanker serviks. Akhirnya saya diharuskan untuk minum obat terapi hormon supaya luruh penebalan dinding rahim itu.

Selama bulan Maret hingga Desember 2014 saya minum hormon.  Kalau tidak luruh, dokter saya bilang maka harus dikuret.

Sekitar bulan Mei atau Juni saya periksa ternyata penebalan dinding rahim itu agak luruh. Dokter kandungan saya bilang, kalau sudah luruh maka bisa stop obat.

Tapi satu hari ketika berhubungan lagi, saya ternyata kembali keluar darah. Akhirnya saya kembali lah ke dokter dan sempat tanya kenapa ya bisa tebal lagi. Akhirnya terapi hormon lagi sampai Desember 2014.

Waktu itu, berat badan saya naik drastis dari 54kg sampai 60kg tidak pernah seumur hidup saya berat badan naik begitu banyak. Akhirnya saya ambil keputusan tidak mau minum hormon lagi. Saya putuskan untuk dikuret saja

Saya kuret di Januari 2015 selesai kuret harus di patologi anatomi untuk dilihat seperti apa hasilnya.Setelah keluar hasil patalogi anatomi saya kembali ke dokter untuk melihat hasilnya. Waktu itu dokter tidak bilang ke saya kalau hasilnya kanker serviks  stadium 1B.

Dokter hanya bilang hasilnya tidak bagus dan memberitahu kalau rahim saya harus diangkat.

Saya kaget, kenapa harus diangkat. Tapi dokter kandungan saya pada saat itu juga langsung merujuk saya ke dokter Onkolog atau ahli kanker. Akhirnya malam itu saya langsung cek ke dokter Onkolog dan konsultasi

Sesudah sampai ke dokter onkologi konsultasi ditanya apa sudah papsmear? Saya bilang sudah dan hasilnya bagus. Onkolog saya bilang, wah ngaco ya dan saya kaget sekali.

Pada saat saya tanya kalau rahim diangkat apa saya bisa sembuh? Waktu itu jawabnya belum tentu, kita lihat dulu sudah tersebar apa belum.

Disitu saya baru tahu. Gemeteran bukan main, pas periksa sambil nangis. Ya ampun saya kena kanker. Vonis saya saat itu Kanker Stadium 1B.

Operasi Pengangkatan Rahim

Akhirnya diputuskan pekan depan operasi pengangkatan rahim. Akhirnya saya diangkat rahim Februari 2015. Lalu hasilnya diperiksa Patologi Anatomi kembali.

Pas suami bilang mau ambil hasil PA. Saya bilang ke Tuhan terserah dan pasrah.  Karena saya sebelumnya juga sudah ketakutan hasil kuret. Akhirnya saya berusaha berserah diri.

Meski suami dan anak menenangkan, tapi perasaan sudah tidak enak. Saat mengambil hasil, saya dapat dua amplop. satu buat pasien dan satu untuk dokter. Waktu itu suami mengambil hasil patologi anatomi setelah pengangkatan rahim dan bilang sepertinya hasilnya bagus. Karena pakai bahasa dokter, nanti saja tunggu saat kontrol.

Nah saat  balik lagi untuk kontrol, Profesor yang operasi saya buka amplop dan bilang beruntung belum menyebar. Jadi tidak perlu kemoterapi dan sinar. Ketika itu saya senangnya bukan main.

Sekarang sudah tiga tahun lebih pasca operasi pengangkatan rahim, saya masih dipantau sama profesor dari waktu awal sebulan sekali, maka dalam setahun jadi 4 bulan sekali. Puji Tuhan kontrol terakhir bulan Oktober 2018 lalu bagus.

Hanya saja ternyata keluhan lain muncul. Saya punya benjolan di payudara. Jadi karena rahim saya sudah diangkat maka hormon saya menjadi "ngaco".

Salah satu kondisi kenapa "ngaco" tadi, misal waktu saya sedang diet selama tiga bulan dengan olahraga dan tidak konsumsi minyak, termasuk lakukan pola makan sehat, tapi hasil tes darah ternyata kolesterol saya naik.

Ternyata kalau angkat rahim itu bikin "ngaco" hormon dan darah pun bisa jadi mengental.

Awalnya saya sempat konsultasi dengan profesor apakah harus diangkat operasi atau tidak, waktu itu dibilang bila tidak mengganggu dan membesar maka tidak masalah tidak operasi pun.

Tapi lama-kelamaan menjadi membesar. Jadi akhirnya, saya harus operasi kista sebesar 6 cm di payudara kiri saya pada Januari 2018 lalu.Saat di PA kan puji Tuhan hasilnya kista dan bukan kanker.

Support Sesama Survivor Kanker

Saya berpikir, Tuhan tidak jahat. Saya bilang ke suami, bersyukur masih diberi kesempatan. Karena itu saya pengen berterima kasih kepada Tuhan. Sebagai ucapan syukur saya berjanji  untuk dapat saling mendoakan dan bersama teman” sebulan sekali mengadakan doa  di rumah khusus untuk yang sakit.

Dan sekarang saya bergabung di Yayasan Priangan Cancer Care untuk support pasien.

Di Yayasan akhirnya saya mempunyai tujuh orang sahabat  dengan penyakit  kanker yang berbeda. Tapi sekarang tinggal lima. Sesama survivor tentu sedih apabila kehilangan sahabat seperjuangan.

Tapi hikmah bagi saya adalah bisa memberikan semangat ke teman” yang masih berjuang. Saya pun tidak malu kalau saya menderita kanker.

Jadi saya pasti cerita kalau saya terkena kanker. Dan ketika tahu, mereka pun akhirnya bertanya harus bagaimana untuk menjadi "aware" mengenai itu.

Saya bilang perempuan harus selalu periksa. Saya ingatkan juga kalau bisa jangan menikah muda, karena alat reproduksi perempuan itu belum matang dan siap ketika itu.

Penting juga untuk periksa awal dan deteksi dini. Karena lebih cepat lebih baik penanganannya apabila sudah terkena kanker.

Perempuan Sebaiknya Tidak Menikah Muda

Saat tahu kanker serviks salah satu penyebabnya menikah muda, anak yg pertama merasa sedih dan sempat bilang gara-gara dia saya terkena kanker. Tapi saya bilang memang ceritanya harus begini, maka saya bilang bukan salah kamu.

Awal-awal sih saya juga sempat berpikir kenapa harus saya? Tapi akhirnya berjalan waktu saya syukuri dan sampai sekarang masih bisa memberi semangat untuk teman” yang masih berjuang.

Saya berpikir Tuhan masih mau kasih saya kesempatan untuk bisa berguna bagi sesama khususnya teman” yang menderita kanker.

Dalam pergaulan dengan teman pun saya tidak bosan buat edukasi mereka kasih tahu jangan takut papsmear. Lebih baik periksa daripada ketahuan sudah parah.

Termasuk penting untuk vaksin HPV. Bersyukur anak saya yang juga menikah muda di usia 19 tahun sudah mendapat vaksin itu sebelumnya.

 

Narasumber:

Nama : Maria Denty

Usia : 41 Tahun


Apakah setelah membaca artikel ini Anda berniat untuk melakukan pencegahan Infeksi HPV?


Dapatkan Notifikasi Artikel Terbaru!

Masukkan email kamu untuk mendapatkan pemberitahuan ketika ada artikel terbaru!